Inilah Cara Sayyidah Khadijah bint Khuwailid dalam Menenangkan Hati Rasulullah Ketika Sedang Gelisah

Saat itu sudah malam. Langit kota Makkah pada abad ke-7  begitu gelap. Namun, ada yang tak biasa. Ada yang tak beres. Seorang lelaki tergopoh-gopoh, berlari-lari kecil. Tubuhnya sempoyongan tak keruan, berusaha mempertahankan keseimbangannya di suasana yang sudah pekat.

Muhammad pulang ke rumah Khadijah binti Khuwailid dengan menggigil. Wajahnya pusat pasi, sangat parah. Seakan-akan beliau melihat hantu yang sangat menyeramkan. Keringatnya mengucur deras sampai-sampai membasahi jubahnya. Tak biasanya beliau berperilaku seperti ini. Ada apa gerangan?

Sampai di depan rumahnya, Muhammad mengetuk pintu dengan keras, bertalu-talu, dengan tempo yang begitu cepat. Ketukan dengan suara tinggi dan tempo yang cepat menandakan suasana yang darurat. Tak lama kemudian, terdengar langkah tergopoh-gopoh. Sesaat kemudian ada orang yang keluar. Ah, dia seorang wanita. Wajahnya teduh tegas. Namun, demi melihat suaminya pucat, wajahnya ikut-ikutan menjadi pucat.

Ia bingung, tapi dalam sekejap ia berhasil mengendalikan emosinya. Kini ia berpikir cepat, apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini? Oh, ya, aku harus mempersilakan suamiku masuk ke rumah dahulu. Itulah yang penting.

“Khadijah..” seru Muhammad dalam panik, “selimuti aku! Selimuti aku!”

Khadijah binti Khuwailid Menenangkan Nabi

Khadijah binti Khuwailid, istri Muhammad yang kelak kita kenal sebagai nabi kita, langsung sadar dari kecemasannya. Saat ini suaminya tengah didera kecemasan luar biasa. Maka, ia tidak boleh ikut-ikutan menjadi panik juga. Ia harus tenang. Ya, saat suaminya sedang panik, seorang istri harus tenang.

Khadijah binti Khuwailid dengan sigap menyelimuti suaminya. Sesegera mungkin, secepat mungkin. Sudah, begitu saja. Khadijah binti Khuwailid tidak bertanya apa yang membuat suaminya yang begitu terpuji ini mengalami gelisah yang sangat. Ada gerangan apa? Walaupun banyak pertanyaan yang menggelayutinya sekarang, ia perlu menahan dirinya.

“Tidak, tidak…” batin Khadijah binti Khuwailid pada dirinya sendiri. “Saat ini, aku tidak boleh bertanya pada suamiku. Ia perlu ketenangan, itulah yang ia butuhkan. Bertanya kepadanya hanya akan membuat kepalanya tambah kacau”.

Malam itu Muhammad tidur dengan tenang setelah diselimuti oleh Khadijah. Esok paginya, saat masih subuh menjelang dan jalanan Makkah masih gelap, Khadijah keluar rumah. Pintunya berderit sedikit menandakan ada orang yang keluar dari rumah secara diam-diam. Khadijah berjingkat pelan. Ia tidak mau membangunkan suaminya yang masih kelelahan akibat kejadian semalam.

Khadijah binti Khuwailid Menemui Waraqah bin Naufal



Tujuan Khadijah tiada lain adalah menuju rumah Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah binti Khuwailid. Waraqah, menurut para ulama, adalah seorang pendeta Nasrani yang sangat paham tentang agama Nasrani asli. Ia adalah pengikut murni Yesus dan memandang bahwa Yesus bukanlah Tuhan melainkan hanya seorang nabi dan Rasul-Nya. Waraqah berada di jalan yang lurus.

Maka, setelah mengetuk pintu rumah Waraqah dan masuk, Khadijah pun menceritakan kejadian yang dialami suaminya, Muhammad. Waraqah menceritakan bahwa suaminya adalah nabi terakhir yang ditunggu umat manusia.

“Demi Allah, andaikan aku masih hidup saat ia diangkat menjadi nabi, tentu aku akan membelanya dengan seluruh jiwa dan ragaku!”, tegas Waraqah kepada Khadijah.

Khadijah binti Khuwailid pulang dengan perasaan kalut terhadap apa yang dikatakan sepupunya. Muhammad adalah seorang nabi? Muhammad, suaminya, adalah Rasul terakhir yang ditunggu umat manusia? Ini kabar yang sangat mengejutkan dirinya.

Namun, Khadijah binti Khuwailid segera menata pikirannya kembali. Ia kembali ke rumah dan menuturkan semuanya kepada suaminya, Muhammad, yang kini telah menjadi Rasulullah saw. Ia pun menyemangati suaminya, mendukungnya. Kelak, kita menemukan bahwa Khadijah binti Khuwailid menjadi penolong awal-awal dari dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah.

Hikmah dari Kisah Khadijah binti Khuwailid Ini

Akhy wa Ukhty fillah, hikmah apa yang bisa kita ambil dari kisah ini?

Pertama, saat suami sedang kalut dan pusing, jangan bertanya macam-macam. Berilah suami ruang untuk beristirahat dan berpikir. Saat pikirannya sudah tenang, ia akan bercerita dengan sendirinya kepada istrinya. Cara seorang lelaki dan wanita memproses masalah begitu berbeda. Saat ada masalah, biasanya wanita akan saling bercerita dan curhat. Namun, lelaki tidak begitu. Ia akan memikirkan masalahnya dan menyendiri. Hendaknya kita memahami hal seperti ini.

Kedua, seorang istri harus turut membantu menyelesaikan problem suaminya. Pada pagi buta saat suaminya masih tertidur, Khadijah binti Khuwailid diam-diam keluar rumah dan ke rumah sepupunya, bertanya tentang apa yang terjadi kepada suaminya. Ikhtiar yang dilakukan Khadijah binti Khuwailid untuk mengetahui apa yang tengah menimpa suaminya adalah teladan yang sangat baik bagi seorang istri. Istri yang baik perlu menolong suaminya dalam menyelesaikan masalahnya. Bagaimanapun, sehebat apapun suami, ia hanya manusia biasa yang kadang mengalami jalan buntu saat dihantam oleh masalah.


Apakah kita mampu meneladani Khadijah binti Khuwailid?