Cara Membedakan Antara Nafsu Atau Bukan

“Jika ada dua perkara yang tidak jelas (meragukan) bagimu, maka lihatlah mana di antara keduanya yang paling berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia karena tidaklah terasa berat bagi nafsu, kecuali sesuatu yang benar.”
—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam


Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan: “Wahai Murid, jika ada dua perkara yang tidak jelas dalam pandanganmu, seperti dua kewajiban atau dua hal yang sunnah, dan engkau tidak mengetahui mana yang paling utama dilakukan, maka lihatlah mana di antara dua kewajiban itu yang paling berat dilakukan oleh nafsu dan dirimu. Lalu, ikutilah ia dan laksanakan.

Contohnya, mencari ilmu yang wajib atau mencari rezeki untuk keluarga. Mencari ilmu yang melebihi kewajiban atau melakukan ibadah-ibadah sunnah. Lihat mana di antara kedua perkara ini yang lebih berat bagi nafsumu, karena tak ada yang berat bagi nafsu, kecuali sesuatu yang benar.

Nafsu selalu terdorong untuk berbuat kebodohan. Keinginannya selalu mencari keuntungan dan lari dari kewajiban. Jika seorang murid merasa ringan dalam sebuah amal dan merasa berat dalam amal lainnya, lalu ia mengerjakan yang lebih ringan, namun hatinya tidak tenang, itu termasuk ke dalam kemunafikan hati, Tetapi, jika hatinya tenang, ia boleh mengerjakan yang ringan bagi nafsunya dan menyukainya. Namun, ketika itu, ia harus melihat, mana yang lebih besar faedahnya dan lebih banyak memperbaiki ahwal-nya. Itulah yang harus diutamakannya dari yang lainnya.

Amal yang membuatmu bahagia saat kau kerjakan, berarti ia benar dan selaiannya bathil karena menjelang ajal, seorang hamba biasanya tidak akan mengerjakan kecuali amal shaleh yang bebas dari sifat-sifat riya’dan dorongan hawa nafsu.

Apabila engkau bingung antara harus menuntut ilmu atau mengikuti jalan ahli tarekat, maka lihatlah mana di antara keduanya yang kau sukai saat ruhmu keluar dari jasadmu, kemudian lakukanlah hal itu. Jika kau ingin saat ruhmu dicabut malaikat dan di tanganmu ada buku tulis karena kau ikhlas dalam menuntut ilmu dan hanya mengharap ridha Allah, maka tuntutlah ilmu. Tetapi, jika kau tidak menyekuai hal itu dan hanya ingin sibuk berdzikir kepada Allah, maka jangan menuntut ilmu, tetapi sibukkanlah dirimu dengan berdzikir dan beribadah lainnya. Jika engkau terpaksa melakukan hal-hal yang tidak kau sukai, tentu engkau tidak akan ikhlas mengerjakannya.”


--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah Syekh Abdullah Asy-Syarqawi.