Angin Segar dari Kota Tuban
Auliya’ ini dikenal banyak membawa angin segar bagi umat,
terutama di kota Tuban dan sekitarnya. Para auliya’ di jamannya banyak memuji
dan mengagungkan beliau
Sosok Habib Abdul Qadir dalam kesehariannya dikenal sebagai
pribadi yang ramah tamah, murah senyum dan dermawan. Semua orang yang
mengenalnya, pasti akan mencintainya. Tidak heran bila para auliya’ di jamannya
banyak memuji dan mengagungkan beliau. Salah satunya, Habib Abdullah bin Muhsin
Al-Attas, beliau selalu mengunjungi semasa hidup mau pun sesudah wafatnya. Wali
Kramat dari Empang, Bogor itu bersyair dengan pujian,”Telah bertiup angin segar
dari Kota Tuban….” Auliya lain yang sering mengunjunginya adalah Habib Ahmad
bin Abdullah Alattas, Pekalongan dan Habib Abdul Qadir bin Quthban.
Habib Abdul Qadir bin Alwy As-Segaf dilahirkan di Seiwun
pada tahun 1241 H. Sejak kecil ia telah dididik secara khusus oleh paman beliau,
Habib Abdurrahman bin Ali Assegaf. Oleh sang paman, Habib Abdul Qadir selalu
diajak berziarah ke tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggalnya di Seiwun.
Dalam berziarah ke tempat para auliya’, ia pun pernah menyaksikan kejadian yang
menakjubkan hatinya, yakni saat berziarah ke makam Syaikh Umar Ba Makhramah.
Dimana, Habib Abdurrahman ketika di dalam kubah makam Syaikh Umar Ba Makhramah,
tiba-tiba Syaikh Umar bangun dari kuburnya dan bercakap-cakap dengan Habib
Umar. Habib Abdul Qadir menyaksikan kejadian itu secara yaqadzah (terjaga,
bukan melalui mimpi).
Habib Abdul Qadir dikenal sejak usia remaja berteman akrab
dengan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Sahibul Maulid Simthud Durar) dan
Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad (Sahibur Ratib Hadad). Bahkan di akhir umur
Habib Abdullah Al-Hadad pernah berkirim surat kepada Habib Abdul Qadir yang
diantaranya berisi,”Sesungguhnya jiwa-jiwa itu saling terpaut.” Tidak lama
setelah itu Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad wafat, 27 hari kemudian Habib Abdul
Qadir juga wafat. Beliau juga mempunyai hubungan yang istimewa dengan Habib
Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya) dan Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
(Bondowoso).
Kedekatan hubungan Habib Abdul Qadir dengan Habib Muhammad
bin Idrus Al-Habsyi tidak lepas dari kejadian menimpa Habib Muhammad yang
sering kali tidak bisa menguasai diri ketika kedatangan hal (keadaan luar biasa
yang meliputi seseorang yang datang dari Allah SWT). Dalam keadaan seperti itu
Habib Muhammad tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya.
Suatu saat Habib Muhammad kedatangan hal ketika sedang
berjalan, kebetulan saat itu Habib Abdul Qadir sedang berada di dekatnya.
Melihat keadaan Habib Muhammad yang hampir tidak sadarkan diri, Habib Abdul
Qadir segera menyadarkannya, sehingga Habib Muhammad pun sadar dan melihat
Habib Abdul Qadir telah berada di depannya. Mereka berdua akhirnya
berpelukan,”Ini adalah sebaik-baik obat,”kata Habib Muhammad dengan raut wajah
yang gembira. Sejak itulah, hubungan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi dan
Habib Abdul Qadir semakin erat dan saking dekatnya, Habib Muhammad menyatakan
bahwa menceritakan tentang keadaaan Habib Abdul Qadir lebih manis dari madu.
Kecintaan itu juga oleh Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi diungkapkan dalam
syair:
Wahai malam yang penuh cahaya
Semua permintaan telah terkabul
Hari ini aku datang ke Tuban di awal bulan
Putra Alwi yang kucintai
Kelezatannya tiada bandingan
Dia lah pintu masuk dan pintu keluar kita
Obat bagi yang kena segala penyakit
Dari hatinya memancar rahasia sempurna
Semoga dengan berkahnya, dosa dan salah kita diampuni
Pernah suatu ketika Habib Abdul Qadir dalam perjalanan
pulang dari haji bersama rombongan dengan mempergunakan perahu. Ternyata perahu
yang dinaikinya berlubang, air pun masuk menerobos dengan deras ke dalam
perahu. Orang-orang panik dan segera mengurasnya. Tapi, air yang masuk bukan
semakin habis, malah semakin banyak dan memenuhi seluruh perahu hingga hampir
tenggelam. Keringat dan air laut berpadu membasahi pakaian yang dikenakan
mereka yang tengah berusaha dengan keras menguras air dalam perahu. Para
penumpang menangis karena putus asa.
Melihat hal itu Habib Abdul Qadir segera masuk ke dalam
bagasi kapal beserta dua isterinya. Setelah menutup pintu beliau berdoa sambil
mengangkat tangannya memohon kepada Allah. Tiba-tiba datanglah empat orang
lelaki yang telah berdiri di hadapannya, kemudian salah satunya menepuk
punggungnya.”Hai Abdul Qadir! Aku Umar Muhadar,”katanya sambil memperkenalkan
tiga orang yang ada disebelahnya,”Ini kakekmu, Alwi bin Ali bin Al-Faqih
Al-Muqaddam. Itu kakekmu, Abdurrahman Assegaf dan yang itu Syaikh Abu Bakar bin
Salim.”
Setelah itu lelaki tersebut menyuruh Habib Abdul Qadir
menguras air dan keempat lelaki asing itu pun lalu menghilang.
“Apakah kalian melihat empat orang tadi?” tanya Habib Abdul
Qadir kepada kedua isterinya.
“Tidak,” jawab mereka.
Habib Abdul Qadir segera keluar dan menyuruh para penumpang
untuk menguras kembali air laut yang masuk ke dalam perahu. Tak berapa lama
kemudian, perahu besar itu sudah tidak berisi air lagi. Ternyata lubang tadi
telah lenyap, papan-papannya tertutup rapat seakan tak pernah terjadi apa-apa
sebelumnya.
Dikisahkan pula, suatu malam Habib Abdul Qadir bermimpi,
dalam mimpinya ia bertemu Nabi SAW tengah menuntun Habib Hasan bin Soleh
Al-Bahr. Lalu Nabi SAW menyuruhnya membaca Doa Khidir AS sebanyak 50 kali
setiap pagi dan sore. Habib Abdul Qadir merasa bilangan itu terlalu banyak. Ia
ingin agar Habib Hasan memintakan keringanan untuknya, belum sempat diutarakan,
Nabi SAW bersabda,”Bacalah sebanyak lima kali saja, tetapi pahalanya tetap 50.”
Gambaran ini persis seperti lafadz barjanji ketika mengisahkan Isra’ Mi’raj.
Seketika itu, Habib Abdul Qadir terjaga dari tidurnya dan membaca doa Nabi
Khidir dari awal sampai akhir, padahal dia belum pernah tahu doa tersebut
sebelumnya.
Ia lalu mencari teks doa itu dan menemukannya di kitab Maslakul
Qarib, tetapi di sana ada tambahan dan pengurangan. Sampai akhirnya ia
menemukan teks yang sama persis di kitab Ihya’ juz 4 dalam bab Amar Ma’ruf Nahi
Munkar. Imam Ghozali menyebutkan faedah dan pahala yang sangat banyak dalam doa
ini. Jelaslah bahwa itu termasuk salah satu karamah Habib Abdul Qadir, sebab ia
hafal doa yang cukup panjang hanya dengan dituntun Nabi Muhammad SAW. Dalam
khasanah dunia pesantren, cara menghafal demikian disebut ilmu paled! atau apal
pisan langsung wuled(sekali dengar langsung hafal).
Ketika ia sakit di akhir umurnya, salah seorang putranya
yang bernama Umar mengusahakan kesembuhan dengan cara bersedekah atau yang
lainnya. Ketika Habib Abdul Qadir tahu, ia langsung berkata,”Jangan merepotkan
diri, karena Malaikat Maut sudah dua atau tiga kali mendatangiku.”
Dalam sakit itu pula ia sering menyambut kedatangan ahlil
ghaib di tengah malam dan berbincang-bincang dengan mereka. Kejadian tersebut
berlangsung hampir setiap malam, sampai suatu saat ditemukan secarik kertas di
dekatnya yang bertuliskan syair,”Telah datang pada kami, Shohibul Waqt, Khidir
dan Ilyas. Mereka memberiku kabar gembira seraya berkata,’Kau dapatkan hadiah
serta pakaian. Jangan takut! Jangan khawatir dengan kejahatan orang yang
dengki, serta syaitan’.”
Tidak lama setelah itu, ia meninggalkan alam yang fana ini
tepatnya pada tanggal 13 Rabiul Awal 1331 H (1912 M). Jasadnya yang suci
kemudian dimakamkan di pemakaman Bejagung, Tuban. Haul Habib Abdul Qadir
biasanya diperingati pada bulan Sya’ban di Jl Pemuda, Tuban.
Dok. Cahaya Nabawiy