Pada masa perang Khandaq, pasukan kaum muslimin saat itu
ditantang duel oleh Amr bin Abd Wad al-Amiri, seorang jagoan dan dedengkot
musyrikin Quraisy yang sangat ditakuti.
Dengan adanya tantangan tersebut, Rasulullah kemudian
bertanya kepada para sahabat tentang siapa yang akan memenuhi tantangan itu.
Dengan pertanyaan Nabi tersebut, suasana jadi agak hening
dan terdiam.
Semua sudah pada tahu bahwa Amr adalah seorang jagoan yang
sulit tandingannya.
Tiba-tiba Ali bin Abi Thalib yang masih sangat belia maju ke
depan, hendak menyanggupi ajakan duel Amr bin Abd Wad.
Setelah diijinkan oleh Rasulullah, Ali kemudian berjalan ke
arah Amr. Sementara pasukan dari kedua belah kubu menonton dari kejauhan.
Amr bin Abd Wad semula menanggapinya dengan tertawa
mengejek, karena lawannya dia anggap masih ingusan.
Namun yang terjadi justru di luar dugaan.
Setelah beberapa saat pertempuran keduanya itu, atas
kekuatan beserta pertolongan Allah ta’ala, dengan lincah Ali berkali-kali
berhasil mematahkan serangan Amr, hingga paha kekarnya terkena sabetan pedang
Ali dan Amr pun roboh ke tanah.
Hal itu segera disongsong Ali dengan memburu Amr dan
mengayunkan pedang bermata duanya.
Melihat situasi itu kaum muslimin bertakbir dengan gegap
gempita seraya disertai bersorak kegirangan.
Saat itu Amr bin Abd Wad sudah terlentang tak berdaya
menunggu tebasan pedang Ali.
Tapi setelah itu Ali malah menurunkan pedangnya. Dan ia
kemudian membalikan badan, ia melengos pergi kembali melangkah menuju pasukan
kaum muslimin yang tengah terhenyak serta terdiam karena keheranan dengan
tindakan Ali itu.
Beberapa sahabat yang heran dan gusar dengan langkah Ali itu
kemudian menghampiri menyongsong kedatangan Ali seraya bertanya : “ Ali !
Kenapa tak engkau tebas saja batang leher si Amr itu ?”.
Seraya tetap berjalan, Ali menjawab : “Aku diludahi”.
Para sahabat jadi tambah bingung dan heran dengan jawaban
Ali itu.
Merekapun bertanya pula : “Bagaimana engkau diludahi ? Apa
maksudmu ?”.
Ali berhenti. Ia kemudian berkata :
“Aku diludahi. (Sehingga) aku jadi benci dan marah.
Aku ingin tunggu sampai kemarahanku itu reda dan lenyap.
Sebab aku ingin membunuh musuh semata-mata hanya karena
Allah ta’ala”.
Semua sahabat akhirnya terdiam dengan jawaban Ali itu.
Konon dalam pertempuran perang Khandaq itu Amr bin Abd Wad
akhirnya tewas juga ditangan Ali.
Sebagaimana kita tahu, kaum muslimin dapat memenangkan
perang Khandaq walau pasukan musyirikin Quraisy jumlahnya jauh lebih besar.
Atas pertolongan Allah pula, antara lain dengan menurunkan
angin kencang dan udara yang sangat dingin, serta strategi perang yang jitu
melalui Rasul-Nya, kaum muslim berhasil mengalahkan musuh.
Wallahu’alambisshawab.
----------
Itulah sekelumit risalah yang meriwayatkan keteguhan iman
dan kelurusan Tauhid yang patut kita ambil hikmahnya.
Dalam situasi seperti apapun kelurusan Tauhid mesti tetap
terjaga.
Kita bisa lihat betapa perilaku sayyidina Ali itu sungguh
patut menjadi satu teladan yang sangat baik.
Beliau sedemikian tegar (kalau dalam bahasa sekarang cool
banget), sehingga keTauhidannya tak sedikitpun tergoyahkan, bahkan dalam
situasi perang qital yang amat genting sekalipun.
Ia membunuh musuh semata-mata karena Allah dan tiada
sedikitpun disertai amarah dan benci kepada sesama mahluk Allah, apalagi
disertai dengan perasaan dendam.
Dalam situasi rusaknya perilaku umat Islam di hampir seluruh
aspek kehidupan dikarenakan banyaknya berhala-berhala seperti nampak dewasa
ini, teladan dari Ali itu nampak kian relevan untuk ditiru, dicontoh, dan
diamalkan secara istiqamah.
Agar keTauhidan kita bisa tetap kokoh dan teguh, sehingga
pertolongan Allah selalu mengalir menaungi segenap ikhtiar kita, dan berbagai
kemenangan (keberhasilan) benar-benar dapat kita raih.
Dan agar Islam kian nampak sebagai rahmat bagi semesta alam