Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا
بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا
أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ
حَتَّى تَرْضَى
“Maukah kalian aku beritahu tentang
istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai
Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang
penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya
marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan
bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash
Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)
Istri yang menginginkan hidup penuh dengan kebahagiaan
bersama suaminya adalah istri yang tidak mudah marah. Dan niscaya dia pun akan
meredam kemarahan dirinya dan kemarahan suaminya dengan cinta dan kasih sayang
demi menggapai kebahagiaan surga. Ia tahu bahwa kemuliaan dan posisi seorang
istri akan semakin mulia dengan ridha suami. Dan ketika sang istri tahu bahwa
ridha suami adalah salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga, niscaya dia
akan berusaha menggapai ridha suaminya tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta’alaa
berfirman ketika menjelaskan cirri-ciri orang yang bertaqwa, satu di antaranya
adalah orang yang pemaaf ;
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ
عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan”. (Qs. Ali-Imran: 134)
Wahai para istri shalihah, jadikan baktimu kepada suamimu
berbalas ridha Allah. Lakukanlah baktimu dengan niat ikhlas karena Allah,
berusahalah dengan sungguh-sungguh dan lakukan dengan cara yang baik. Lakukanlah
untuk mendapatkan ridha suamimu, maka Allah pun akan ridha terhadapmu..
Insyaalah.
Sebaliknya, apabila suami tidak ridha, Allah pun tidak
memberikan keridhaan-Nya. Parahnya lagi, para malaikat pun akan melaknat istri
yang durhaka. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ
يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي
السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu
si istri menolak (enggan terhadapnya), maka penghuni langit murka kepadanya
hingga suaminya ridha kepadanya.” (HR. Bukhari no. 5194 dan Muslim no.1436)
Bahkan, apabila suami murka bisa mengakibatkan tertolaknya
shalat yang dilakukan oleh sang istri. Wal iyyadzubillaah. Sebagaimana sabda
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hadits riwayat Ibnu Abbas
radhiyallaahu ‘anhumaa,
ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ
رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ
وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ
“Ada tiga kelompok yang shalatnya
tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh
Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, istri
yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua saudara yang
saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah I/311 no. 971 dan
dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128)
Gapailah ridha Allah melalui ketaatan terhadap suami
Marilah kita berusaha mendapatkan ridha Allah. Karena
mendapatkan ridha Allah merupakan tujuan utama dari kehidupan seorang muslim.
Dan kehidupan berumah tangga merupakan bagian darinya, dan satu diantara yang
akan mendatangkan keridhaan Allah adalah proses ketaatan istri terhadap
suaminya. Sebuah tujuan yang lebih agung daripada berbagai kenikmatan apapun.
Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’alaa,
وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ
هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar;
itu adalah keberuntungan yang besar”. (Qs. At-Taubah: 72)
Diutamakannya ridha Allah atas nikmat yang lain menunjukkan
bahwa sekecil apapun yang akan membuahkan
ridha Allah, itu lebih baik daripada semua jenis kenikmatan. Seorang
istri hendaknya menjadikan ridha Allah sebagai tujuan utama. Harapan untuk
meraih ridha Allah inilah yang seharusnya dijadikan motivasi bagi istri untuk
senantiasa melaksanakan ketaatan kepada sang suami. Jika Allah sudah memberikan
ridha-Nya, adakah hal lain yang lebih baik untuk diharapkan?
Tapi ingatlah saudariku, bahwasanya ketaatan terhadap suami
bukanlah sesuatu yang mutlak, tidak boleh taat kepadanya dalam hal kemaksiatan.
Tidak ada alasan ketaatan untuk kemaksiatan.
لاَ طَاعَةَ لِـمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ
الْـخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihahno. 179)
Walaupun keluarga dalam masalah, seperti himpitan ekonomi,
hutang yang kelewat besar atau persoalan kehidupan lainnya, seorang istri tetap
tidak dibenarkan menuruti perintah suaminya yang melanggar kaidah syar’i.
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ ، إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban taat jika
diperintahkan untuk durhaka kepada Allah. Kewajiban taat hanya ada dalam
kebajikan” (HR Ahmad no 724. Syeikh Syuaib Al Arnauth mengatakan, “Sanadnya
shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim”).
Dan ketahuilah duhai para istri shalihah, bahwasanya ridha
suami berlaku pula untuk amalan sunnah yang hendak dikerjakan oleh sang istri,
seperti berpuasa atau menerima tamu. Dalam hal ini, istri juga wajib mendapat
ridha suami melalui izinnya. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan kepada kita,
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang isteri
untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan
tidak halal memberi izin (kepada orang lain untuk masuk) ke rumahnya kecuali
dengan seizin suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
Memang benar adanya bahwa kehidupan yang telah dan sedang
kita jalani telah memberikan banyak pengalaman berupa tantangan dan kesulitan
dalam kehidupan suami istri. Hadapilah kesulitan-kesulitan tersebut dengan
kesabaran dan ketabahan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Abu Darda’ kepada
istrinya,
Disebutkan dalam Tariqh Damasyqus (70/151) dari Baqiyah bin
Al-Walid bahwa Ibrahim bin Adham berkata, Abu Darda’ berkata kepada istrinya
Ummu Darda’.
إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك
إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان
إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون
“Jika kamu sedang marah, maka aku
akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha
dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada
Baqiyah “Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling
bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka
akan segera berpisah”.
Suamimu bukanlah malaikat
Sadarilah pula wahai para istri yang shalihah.. bahwa suami
kita bukanlah malaikat, dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Kalau
kita menyadari akan hal ini, persiapkanlah diri kita untuk menerima kesalahan
dan kekeliruan suami kita, serta berusaha untuk tidak mempermasalahkannya.
Karena berbuat salah sudah menjadi tabiat manusia. Kita bisa mengambil sikap
bijak untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan tersebut. Bukan dengan mengikuti
kesalahan-kesalahan suami, tetapi bisa melalui dua hal.
Pertama, Menasehati suami dengan cara yang baik apabila
terbukti jelas ia berbuat kesalahan dalam kehidupan rumah tangga.
Kedua, tidak mencela dan mencemoohnya bila ia berulang kali
melakukan kesalahan yang sulit dihindari tabiatnya, dan ini pasti ada dalam
kehidupan berumah tangga, akan tetapi bantulah dia untuk memperaiki diri dan
meninggalkan kesalahan tersebut. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا
كَثِيرًا
“Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)
Bersyukurlah akan anugerah dari Allah kepada kita berupa
sang suami
Duhai para istri..
Marilah kita sadari bahwasanya suami yang Allah anugerahkan
kepada kita adalah sebuah nikmat yang besar. Perhatikanlah di sekeliling kita!
Betapa banyak para wanita yang mendambakan kehadiran seorang suami, tapi belum
juga mendapatkannya. Dan betapa banyak pula wanita-wanita yang terpisah jauh
dari suaminya, bahkan betapa banyak pula wanita-wanita yang kehilangan
suaminya. Bersyukurlah duhai para istri shalihah. Janganlah sampai kita
tergolong ke dalam firman Allah berikut ini.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang bersyukur (berterima kasih)”. (Qs. Saba’:13)
Perhatikan hak-hak suami dan peranan masing-masing istri dan
suami
Dan ingatlah pula bahwasanya suami adalah nahkoda bagi rumah
tangga kita. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An-Nisaa’ 34)
Ya, suami adalah pemimpin rumah tangga kita. Maka dari itu,
kita (suami dan istri) harus saling memahami peran masing-masing di dalam rumah
tangga. Taatilah suami kita dengan baik selama bukan ketaatan dalam perbuatan
maksiat. Karena taat kepada suami merupakan salah satu kewajiban kita sebagai
istri. Dengan begitu, kita bisa merebut hati suami kita dan kita pun akan
mendapatkan ganjaran dari Allah berupa surganya yang indah. Perhatikanlah
hadits berikut ini,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ
شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ
مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga
shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul
menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya,
maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam
surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu
Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dan jagalah hak-hak suami kita. Sadarilah besarnya hak suami
atas diri kita. Ingatlah, sejak kita menikah, maka sang suamilah yang paling
berhak atas diri kita. Sampai-sampai Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh
seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang wanita sujud
kepada suaminya.” (Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi, di shahihkan oleh
Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghalil (VII/54).
Bersyukurlah terhadap pemberian suami
ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت
أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن
العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت
منك خيرا قط
“Dan aku melihat neraka maka tidak
pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan
penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, ‘Mengapa (demikian)
wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam?’ Beliau shalallahu ‘alaihi
wassalam menjawab, ‘Karena kekufuran mereka.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Apakah
mereka kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap suami
mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik
kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia
melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata:
‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no.
105 2 , dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Jangan selalu melihat kekurangan suami. Apabila kita
menemukan adanya kekurangan pada diri suami kita, sadarilah bahwasanya kita pun
mempunyai banyak kekurangan. Berusahalah untuk saling menutupi
kekurangan-kekurangan yang ada.
Dan bersyukur pulalah atas pemberian suami. Jangan
sekali-kali istri meremehkan atau tidak suka kepada suaminya hanya karena uang
yang diberikan suaminya terlalu kecil menurut pandangannya, padahal sang suami
telah bekerja keras. Ingatlah kepada Allah apabila keinginan hendak meremehkan
itu muncul. Bagaimana mungkin seorang istri meremehkan setiap tetes keringat
suaminya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah menganggapnya mulia?
Apapun pekerjaannya dan berapa pun penghasilannya, bukanlah
masalah besar asalkan halal dan mampu dilakukan secara berkelanjutan.
Bersyukurlah dan bersabarlah wahai para istri shalihah. Bukankah masih banyak
orang-orang yang keadaannya jauh di bawah kita? Ingatlah akan sabda Nabi
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ
وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا
نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di
bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah kalian memandang
orang yang berada di atas kalian. Karena yang demikian itu lebih pantas agar
kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian.”(HR
Muslim, no. 2963)
Bersyukurlah dengan kebaikan-kebaikan suami yang ada. Karena
istri yang tidak bersyukur akan kebaikan suami adalah istri yang tidak
bersyukur kepada Allah subhaanahu wa ta’alaa. Sebagaimana sabda Rasulullaah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
“Orang yang tidak berterima kasih
kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah”. (Hadits riwayat Abu Daud dan
di shahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (4811).
Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah
Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah. Istri
shalihah, yaitu istri yang baik akidahnya, amal ibadahnya dan baik pula
akhlaknya. Bagi seorang suami, istri shalihah tak sekedar istri. Ia adalah
teman di setiap langkah kehidupan,
pengingat di kala lalai, penuntun di saat tersesat, dan ia adalah ustaadzah
bagi rumah tangganya. Sungguh, tiada kebahagiaan di dunia yang lebih indah
daripada bersanding dengan istri shalihah.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا
الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
“Dunia adalah perhiasan, dan
sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Menjadi istri shalihah adalah sebuah kemungkinan yang dapat
diraih dengan keihklasan dan bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan. Pelajarilah
bagaimana wanita terdahulu mampu meraihnya. Contohlah mereka dan lakukan dalam
rumah tangga kita. Jika sudah demikian, bersabarlah untuk memetik hasilnya.
Kita sadari bahwasanya,
Kita bukanlah Hajar, yang begitu taat dalam ketakwaan,
Kita bukanlah Asiyah, yang begitu sempurna dalam kesabaran,
Kita bukanlah Khadijah, yang menjadi teladan dalam
kesetiaan,
Kita bukanlah ‘Aisyah, yang menjadikan indah seisi dunia,
Tetapi kita, hanyalah seorang istri yang berusaha meraih
predikat “Shalihah”.
Wa shallallaahu ‘ala nabiyyiinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa
shahbihi wa sallam