Yahya
Ibn Muadz Ar-Razi mengatakan, “Siapa saja yang mencintai Allah, maka ia pasti
membenci dirinya.” Menurut Yahya pula, siapa saja yang tidak memiliki 3 hal
berikut ini, maka itu berarti ia tidak cinta.
Pertama,
lebih mengutamakan firman Allah SWT dibandingkan dengan ucapan manusia.
Kedua,
lebih mengutamakan bertemu Allah dibandingkan dengan bertemu makhluk.
Ketiga,
lebih mengutamakan ibadah daripada berkhidmat kepada makhluk.
Bukti
cinta yang lain adalah tidak menyesal jika ada sesuatu selain Allah yang
terlewati. Sebaliknya, ia benar-benar menyesal ketika sedetik berlalu tanpa
dzikir mengingat Allah dan mematuhi-Nya. Ketika lalai, ia segera kembali kepada
Allah dan memperbanyak permohonan agar dikasihani dan diridhai. Ia juga akan
segera bertobat.
Salah
seorang arif billah menuturkan, “Allah mempunyai beberapa orang hamba, yang
mencintai-Nya dan merasa tentram bersama-Nya. Hilangkah rasa sesal terhadap
segala yang telah lewat. Mereka tidak pedui mengurusi diri mereka sendiri,
karena Sang Maharaja mereka begitu sempurna. Apa pun yang Dia kehendaki, pasti
terwujud. Apa yang menjadi milik mereka Dia sampaikan kepada mereka.
Apa
yang terlewatkan adalah cara terbaik Dia mengatur mereka. Hak setiap pecinta
setelah ia kembali dari kelalaiannya sekejap mata, adalah menghadap kepada
Allah dan siap menerima teguran-Nya.
Ia
lalu berdoa, “Wahai Tuhanku! Dengan dosa apa Engkau putuskan kebaikan-Mu
dariku, Engkau jauhkan aku dari hadirat-Mu, Engkau sibukkan aku mengurusi diri
sendiri dan mengikuti setan?"
Ini
akan menumbuhkan kejernihan dzikir dan kelembutan hati. Dengan begitu,
tertutuplah kelalaiannya yang telah lewat. Kecepatannya untuk bersegera kembali
kepada Allah akan menjadikan kesempatan untuk berdzikir lagi. Dzikir yang baru
lagi. Hatinya akan kembali jernih.
Selama
seorang pecinta tidak tidak melihat apa pun selain Kekasihnya, tidak melihat
sesuatu pun kecuali ia sadar bahwa itu berasal dari-Nya, ia tidak akan pernah
menyesal, tidak ragu, dan menghadapi semua kenyataan dengan hati penuh
kerelaan. Ia tahu bahwa Kekasih harus dilihat hanya kebaikan-Nya semata.
Bukti
kecintaan seorang hamba kepada Allah adalah merasa nikmat dalam ketaatan. Ia
tidak merasa berat dan tidak merasa lelah dalam ketaatan kepada-Nya. Hal ini
seperti pernah diungkapkan oleh orang yang pernah merasakannya: “Aku menderita
sepanjang malam. Meski 20 tahun lamanya. Tapi, selama itu pula aku merasakan
kenikmatan yang tiada terkira.”
Imam
Al-Junaed juga menegaskan bahwa salah satu indikasi cinta adalah ketika
sesorang selalu giat dan tekun melawan hawa nafsu. Fisik boleh lelah, tetapi
hati tak akan pernah lelah. Karena itu, seorang sufi berkata, “Beramal atas
dasar cinta tak akan pernah diliputi rasa letih. Dan, tak habis-habisnya orang
mencintai Allah berbuat taat, walaupun harus menghadapi berbagai rintangan
besar.”
Pikir-pikirkanlah,
renung-renungkanlah!
--Imam
Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa asy-Syawq wa al-Uns wa ar-ridha