Dalam Sujud, Aku Bercerita

Dalam Sujudku, Ku sebut namamu ...
Ku bercerita ...
Ku meminta ...
Ku mengalirkan air mata ...

Dalam sujudku, kubenamkan segala rinduku untukmu, luruh dalam do'a lirih yang terucap. Dalam sujudku, terucap beribu kalimat rindu yang terucap tak sempurna, samar dalam basah airmata. Sedikit berharap dapat melepasnya dalam sebuah pertemuan, meski itu hanya sebuah angan. Ku pasrahkan semua inginku, meski itu hanya sebatas asa. Tapi tetap atas keyakinan, bahwa skenario-Nya tak terbatas logika manusia.

Terangkai seuntai baris rindu mengalir bersama air mata yang menetes. Mencoba untuk selalu tegar atas perjalanan ini, karena tahu bahwa dunia tak ubahnya hanyalah sebatas ilusi. Mencoba untuk selalu ikhlas meski hati tak sekuat dan setegar batu karang. Meski harus kembali bertarung dengan kesabaran dalam jarak yang sangat jauh dan dalam waktu yang teramat panjang.

Namun setidaknya, aku berharap bahwa penantian ini tak pernah berujung pada ketidakpastian. Aku dan kamu tak akan berpendar sia-sia, berharap semua benar-benar terjadi, berharap ketentuan-Nya menyatukan hati kita dalam ikatan suci yang di redhai oleh-Nya.
Setidaknya ...


"Bahwa daun yang gugur pun memiliki sebuah penantian. Dan penantian itu takkan pernah sia-sia. Karena ia berharap bahwa ada sebuah ujung yang indah pada akhir penantiannya" .


Di sebuah malam, di akhir bulan pertama
Bumi Allah, malam 21 Rabi'ul Akhir

::: Sorayaa Qurrotul'aiin SyifaaulgHalb :::