Dalam hidup rumah tangga, kecemburuan adalah suatu hal
lumrah yang dirasakan antarpasangan. Perasaan memiliki dan mencintai yang besar
biasanya akan membuat salah satu pihak merasa haknya diganggu ketika melihat
pasangannya bertingkah laku tidak biasa pada orang lain. Wanita lebih sering
diserang rasa cemburu daripada kaum laki-laki, bisa jadi karena wanita memiliki
ego lebih besar dan lebih sensitif terhadap segala sesuatu yang dianggap bisa
dicerna secara logis oleh laki-laki. Tentu saja tanpa cemburu, rumah tangga
akan terasa hambar. Cemburu adalah sifat dasar yang diberikan Allah kepada
manusia. Bahkan, para sahabiah dan wanita solehah di zaman nabi mengalaminya,
misalnya para istri Rasulullah. Mari memaknai sikap cemburu dari kisah wanita
solehah berikut.
1. Kecemburuan Siti Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah sangat pecemburu, terlebih kepada Khadijah.
Siti Aisyah Radhiallahuanha memiliki segudang kisah tentang
kecemburuannya dalam membina rumah tangga bersama Rasulullah hingga Aisyah
dikatakan sebagai istri Nabi yang paling pecemburu. Rasa cemburu ini juga
ditimbulkan karena Aisyah merasa sangat beruntung memiliki suami seperti Nabi.
Suatu hari, Rasulullah pulang ke rumah Aisyah setelah
mengiring jenazah ke makam Baqi’. Ketika Aisyah mengeluh tentang rasa sakit di
kepalanya, Rasulullah juga mengeluhkan hal yang sama, namun bercanda untuk
mencairkan suasana dengan berkata, “Apa salahnya bila engkau meninggal duluan
sebelumku, sehingga aku sendirilah yang akan memandikanmu, lalu mengafanimu,
selanjutkan menyolatimu, dan aku pula yang akan menguburkanmu.”
Mendengar candaan Rasulullah, Aisyah menjawab, “Sungguh aku
mengira, bila hal itu terjadi, maka aku sudah bisa bayangkan bahwa sepulangmu
ke rumahku dari menguburkanku niscaya engkau segera bersenang-senang dengan
sebagian istrimu yang lainnya di rumahku ini.”
Sedang Rasulullah hanya tersenyum mendengar nada cemburu
Aisyah ini, (H.R. Ahmad). Bahkan, Aisyah diketahui selalu merasa cemburu pada
Khadijah binti Khuwalid, istri Nabi yang belum pernah ia jumpai. Sebuah hadis
menuliskan tentang kisah ini.
“Tidaklah aku lebih cemburu kepada istri-istri Nabi, kecuali
kepada Khadijah, meskipun aku belum pernah bertemu dengannya.” Aisyah pun
menceritakan ketika Nabi menyembelih seekor kambing, Nabi pun berkata,
“Berikanlah sebagian sembelihan ini kepada teman-teman Khadijah.” Maka aku pun
kesal dan berkata, “Khadijah lagi?” Nabi pun menjawab, “Sesungguhnya aku
diberikan anugerah yang lebih untuk mencintai Khadijah,” (H.R. Muslim).
2. Kecemburuan Zainab binti Jahsy
Rasulullah pernah menghukum Zainab binti Jahsy.
Zainab binti Jahsy adalah satu-satunya istri Rasulullah yang
berasal dari kalangan kerabat sendiri karena Zainab adalah anak perempuan dan
bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Sebelum menikah dengan
Rasulullah, Zainab dinikahkan Rasulullah dengan Zaid bin Haritsah, seorang budak
kesayangan Rasulullah yang diangkat beliau menjadi anak. Lewat pernikahan ini,
Rasulullah ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia
kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Akibat beberapa
konflik, akhirnya Zaid dan Zainab bercerai.
Zainab memasuki bahtera rumah tangga bersama Rasulullah
berdasarkan perintah Allah, yaitu untuk meluruskan pemahaman yang keliru
tentang anak angkat. Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama
dengan anak kandung. Oleh karena itu, seseorang juga tidak berhak mengakui
hubungan darah dan meminta hak waris tanpa menilik alur keturunan yang
dimiliki.
Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan kebahagiaan
yang begitu besar. Di sisi lain, Zainab sangat pencemburu hingga dalam suatu
kisah Rasulullah pernah menghukumnya dengan tidak tidur bersamanya selama 2-3
bulan karena Zainab mengatakan kata-kata yang telah menyakiti hati Shafiyyah
binti Huyay bin Akhtab.
Dari dua kisah wanita solehah di atas, kita dapat memetik
pesan bahwa meskipun istri-istri Nabi adalah para ummahatul mukminin, mereka
tetap manusia biasa yang bisa merasa cemburu. Namun, Rasulullah tidak pernah
marah ketika istrinya sedang cemburu, beliau justru melontarkan candaaan untuk
mencairkan suasana atau mendoakan istrinya, seperti yang terjadi ketika
Rasulullah hendak melamar Ummu Salamah yang berkata,
“Ketika Nabi saw. melamarku, aku berkata kepada beliau, ‘Aku
punya tiga masalah, aku sudah berusia, aku wanita yang memiliki banyak anak,
dan aku sangat pencemburu.’”
Rasulullah menjawab,
“Aku lebih berusia darimu, adapun anak-anak serahkan kepada
Allah dan adapun cemburu aku berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkannya
darimu.”
Mari memaknai rasa cemburu dari kisah wanita solehah di
atas. Memaknai bahwa rasa cemburu adalah hal biasa yang dapat disikapi dengan
perkataan lembut dan doa. Hindari emosi yang meluap tinggi agar keharmonisan
dalam rumah tangga tetap terjaga.
::: Sorayaa Qurrotul'aiin SyifaaulgHalb :::