“Ditusuk kepala salah seorang dari kalian dengan jarum besi,
itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(Shahih, HR. Ath Thabrani dalam Al-Mu`jamul Kabir . Lihat Ash Shahihah no. 226)
Ujian yang paling besar bagi laki-laki adalah wanita
Demikian Rasulullah SAW telah mengingatkan dalam sebuah haditsnya. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda tentang
fitnah wanita:
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih
berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita. ” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya
Allah menjadikan kalian berketurunan (regenerasi) di atasnya, lalu Dia akan melihat
bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan
hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya. ”
(Shahih, HR. Muslim)
Shahabat Rasulullah SAW bernama Abdullah bin Mas‘ud radhiallahu
`anhu berkata: “Ada seorang
laki-laki mencium seorang wanita yang bukan mahramnya. Dengan penuh sesal laki-laki itu
mendatangi Rasulullah SAW mengadukan maksiat yang telah
diperbuatnya.
Maka turunlah ayat Allah :
“Dirikanlah shalat pada dua ujung siang dan akhir dari waktu
malam. Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapuskan kejelekan. Yang demikian itu adalah peringatan bagi orang-orang yang
mau berdzikir (mengingat). ” (Hud: 114)
Laki-laki tadi berkata kepada Rasulullah:
“Apakah ayat ini untukku?” Rasulullah menjawab: “Ayat ini
bagi orang yang berbuat demikian dari kalangan umatku.” (Shahih, HR. Bukhari)
Karena terfitnah dengan wanita, seorang laki-laki ingin
berzina; dan karena fitnah wanita, seorang
laki-laki melakukan perbuatan yang mengantar kepada zina
(mencium), padahal Allah Subhanahu wa Ta`ala telah memperingatkan: “Janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan. ” (Al Isra’: 32)
Karena begitu besarnya fitnah antara lawan jenis ini, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam
telah memberikan bimbingan kepada umatnya agar mereka terjaga hingga tidak terjatuh kepada fitnah tersebut. Di antara
bimbingan tersebut adalah:
Firman Allah dalam Surat An-Nuur:30-31 yang artinya: “Katakanlah
(ya Muhammad) kepada orang-orang mukmin: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mata mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan-kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah akan
mengabarkan apa yang mereka perbuat.
Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: “Hendaklah
mereka menundukkan pandangan-pandangan mata mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan-kemaluan mereka dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa
tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung-kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka
tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua),
atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan
wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak
laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti auratnya wanita. Dan jangan pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan di hadapan laki-laki yang bukan
mahram, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan hendaklah kalian semua bertaubat kepada Allah, wahai kaum
mukminin, semoga kalian beruntung. ” (An Nur: 30-31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan
putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang
demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka
dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Penyayang. ” (Al Ahzab: 59)
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi maka
mintalah dari balik tabir. Yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka. ” (Al Ahzab: 53)
Rasulullah mengajarkan kepada para shahabat beliau untuk
memberikan hak pada jalan bila mereka terpaksa duduk-duduk di pinggirnya untuk berbincang. Beliau bersabda:
“(Hak jalan adalah) kalian menundukkan pandangan, menahan
gangguan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Shahih, HR. Bukhari)
Beliau menuntunkan kepada para wanita:
“Apabila salah seorang wanita dari kalian hadir di masjid
untuk shalat Isya, maka ia tidak boleh menggunakan wangi-wangian pada malam
itu. ” (Shahih, HR. Muslim)
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian kemudian ia
melewati sekelompok laki-laki agar mereka dapat mencium wanginya, maka wanita itu pezina. ” (Shahih, HR. Ahmad. Lihat Ash Shahihul Musnad mimma Laisa fish Shahihain 2/9, karya Syaikh Muqbil t)
Beliau mengajarkan kepada para laki-laki:
“Hati-hati kalian dari masuk menemui para wanita yang bukan mahram!” Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar bertanya:
“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu dengan ipar?” Beliau
menjawab: “Ipar itu maut.” (Shahih, HR. Bukhari)
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan dengan
seorang wanita kecuali wanita itu didampingi oleh mahramnya. ”
Maka berdiri seorang laki-laki untuk bertanya kepada beliau:
“Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk melaksanakan ibadah haji sementara aku
telah tercatat untuk ikut dalam peperangan ini dan itu. ”
Beliau berkata: “Kembalilah engkau temui istrimu dan
berhajilah bersamanya.
” (Shahih, HR. Bukhari )
“Ditusuk kepala salah seorang dari kalian dengan jarum besi,
itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. ”
(Shahih, HR. Ath Thabrani dalam Al-Mu`jamul Kabir . Lihat Ash Shahihah no. 226)
Aisyah mengabarkan tentang keberadaan Rasulullah shallallahu
`alaihi wasallam yang selalu menjauh dari hal-hal yang dapat mengantarkan kepada fitnah:
“Demi Allah, tangan beliau tidak pernah sama sekali
menyentuh tangan seorang wanita yang bukan mahramnya ketika beliau membaiat mereka. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali
dengan ucapan: “Sungguh aku telah membaiatmu dalam perkara itu.” (Shahih, HR.
Bukhari dan Muslim)
Ummu Salamah, salah seorang Ummahatul Mu’minin berkata:
“Apabila Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah salam dari shalatnya (secara
berjamaah di masjid, pent. ), berdirilah para wanita (untuk kembali ke rumah
mereka, pent. ) segera setelah selesainya salam beliau, sementara beliau tetap tinggal sebentar di tempatnya sebelum akhirnya beliau berdiri. ” (Shahih, HR. Bukhari)
Rawi hadits ini berkata: “Kami memandang, wallahu a`lam, beliau melakukan hal tersebut agar para wanita yang ikut shalat berjamaah dapat kembali
pulang ke rumah mereka tanpa sempat berpapasan dengan laki-laki. ”
Pernah suatu ketika Rasulullah secara tidak sengaja melihat seorang wanita maka beliau segera mendatangi
istrinya Zainabx untuk mengajaknya jima‘. Setelah selesai menunaikan hajatnya,
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam keluar menemui para shahabat beliau, lalu beliau berkata:
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam bentuk setan dan
membelakangi dalam bentuk setan. Maka apabila seseorang dari kalian melihat seorang wanita hendaklah ia ‘mendatangi’ istrinya, karena dengan begitu dapat menolak apa yang ada di hatinya.” (Shahih, HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta`ala dengan rahmat-Nya menetapkan adanya pernikahan juga
dalam rangka menjaga timbulnya fitnah. Rasul-Nya yang mulia bersabda memberi tuntunan kepada para pemuda :
“Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah
memiliki kemampuan hendaklah dia menikah karena dengan nikah itu dapat lebih
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, adapun yang belum mampu maka
hendaklah dia puasa karena puasa itu merupakan tameng dari syahwat”. (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam naungan rumah tangga, seorang suami dan seorang istri
diharapkan dapat saling menjaga kehormatan masing-masing. Suami dapat menjaga istrinya dan sebaliknya istri dapat menjaga suaminya. Dan masing-masingnya mencukupkan
diri dengan pasangan hidupnya yang sah, tidak berpaling kepada apa yang tidak halal baginya.
Ketahuilah, fitnah lawan jenis pada akhirnya dapat
mengantarkan kepada zina, padahal Allah telah mengharamkan perbuatan keji ini.
Dan yang perlu diketahui zina itu tidak hanya sekedar apa yang diperbuat oleh kemaluan,
karena Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas anak Adam
bagiannya dari zina. Dia pasti akan mendapati hal itu. Maka zinanya mata dengan melihat, zinanya lidah dengan berbicara, sementara jiwa
itu berangan-angan dan berkeinginan. Dan nantinya kemaluanlah yang membenarkan itu seluruhnya atau mendustakannya. ” (Shahih, HR. Bukhari)
Kita katakan dalam perkara ini “menjaga diri lebih baik
daripada mengobati”. Sebelum jatuh sakit karena penyakit yang ditimbulkan oleh fitnah kemudian nantinya
sulit untuk diobati, lebih baik menghindarkan diri dari fitnah tersebut dan tidak dekat-dekat dengannya.
Ighfir dzunubana ya Rabb,
Semoga Allah menjaga diri kita… Amin! Wallahu a‘lam bish shawwab.