Ketika diri dihadapkan pada suatu masalah, maka tak jarang
gelapnya hati dan buntunya logika menuntun kita pada sebuah sikap yang justru
lebih memperunyam suasana. Tak jarang pula, entah tanpa sadar atau tidak, kita
mengeluarkan kata- kata makian dan penuh dengan nada- hujatan serta
merendahkan. Dan sangat disayangkan, ketika obyek alias sasaran yang kita
harapkan untuk menerima kerendahan itu ternyata adalah suami kita sendiri.Wahai
wanita…
Lalu apakah yang kau peroleh setelah menghujat? Apakah yang
kau peroleh setelah kalimat “margasatwa” itu telah habis- habisan kau paksaan
bagi suamimu untuk mendengar? Legakah batinmu atas keadaan itu?
Masyaallah, lihatlah
ternyata kau sama sekali tidak terlihat lebih indah. Demi Allah,
memanglah sangat sakit mungkin, sakit yang kau rasakan saat kau penuh amarah.
Namun semua kata- kata kotor yang kau lontarkan itu, ternyata tidak akan pernah
sama sekali memuliakanmu di hadapan Allah, dan atau memberi celah untukmu
mendapatkan jalan keluar atas masalahmu itu.
Maka bersabarlah….
Bersabar itu bukan berarti kau tak boleh sama sekali marah.
Bersabar itu berarti kau tetaplah boleh marah, tetapi tidak menggunakan rasa
marah yang kau rasakan itu, untuk merendahkan diri suamimu dan melukai hati
beliau, sehingga beliau terasa sangat terendahkan dan sedih, sedang dirimu
sendiri telah berhasil mengikhlaskan diri untuk tidak menjadi mulia.
Maka ingatlah para wanita, suamimu adalah tetap dan akan
selamanya menjadi ladang ibadah bagimu untuk meraih surga. Beliau adalah
penyelamat kehormatanmu, penjaga batinmu, dan karenanya kau juga tak mendapat
julukan perawan tua ataupun janda yang dipandang sebelah mata oleh manusia. Kau
memang sangat dan teramat bebas mengekspresikan kemarahan dan kata- kata
jahatmu kepada suamimu, saat kau marah. Namun yakinlah bahwa kau tak akan
pernah bebas dari efek samping yang akan kau terima di kemudian hari, atas
semua yang telah kau lakukan itu.
Ketika kau marah dan protes atas sebuah keadaan, maka
ingatlah bahwa keadaan yang sedang tersedia di hadapanmu itu, sesungguhnya
sedang menantangmu untuk menunjukkan jati diri terbaikmu. Maka jangan kau sia-
siakan kehadirannya, dengan justru menghadirkan serendah- rendahnya kualitas
diri lewat lidahmu yang jahat.
Dan ketahuilah wahai wanita, lisanmu itu adalah nikmat dari
Allah, namun bisa menjadi bencana terbesar bagi hidupmu jika kau telah lepas
kendali. Maka kendalikanlah dia, dan jangan serahkan kekuasaan itu kepada
selera dan keadaan perasaanmu saja yang setiap saat bisa berubah dan berbeda.
Apakah kau tahu, banyak para suami dan mungkin termasuk suamimu, yang
sebenarnya menginginkan untuk selalu berlaku mesra dan menjadikan istrinya
“pos” terakhir dari petualangan hidupnya. Namun… istrinya kasar, pemarah,
perendah bagi suaminya sendiri, tidak menghormati mereka.
Wahai wanita, kau adalah pemilih dari keadaan yang
selanjutnya kau hadapi dan kau rasakan sendiri. Sekuat- kuatnya seorang laki-
laki, maka pun akan patah juga pertahanan mereka saat telah tidak terasa lagi
sebuah penghormatan dan perlakuan baik atas diri dan harga dirinya.