Kalam Al Imam Al Quthb Al Habib Umar bin Seggaf As
Seggaf.(Datuk Al Imam Al Quthb Fard Al Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar
Assegaf "Gresik")
------------------------------------------
Kita teramat dimanja oleh Allah SWT. Sadarkah kita? Curahan
kasihnya kepada kita tak tepermanai. Ia menggadang-gadang kehadiran kita di
firdaus-Nya. Ya, ia merindukan kita.
Kala kita melesat jauh dari dekapannya, Ia sigap. Ayat-ayatnya
segera berseru memanggil kita, sabda-sabda RasulNya akan lantang mengajak kita
kembali.
Dan, kala kita terasuki dosa, ia memberikan penawar. Penawar
yang sangat mujarab membersihkan ruhani kita dari gumpalan-gumpalan dosa.
Penawar itu teracik dan terkemas cantik dalam kalimat-kalimat sakti
"istighfar".
Habib Umar bin Segaf as-Segaf, dalam karyanya, Tafrihul
Qulub wa Tafrijul Kurub, mendedah keagungan istighfar dengan mengalirkan
seuntai kalimat ringkas sebagai mukaddimah, "Istighfar adalah instrumen
pemantik rizki". Sudah barang tentu, kalimat ini multi tafsir. Dalam
pandangan salaf sekaliber Habib Umar, kata "rizki" memuat berjuta
makna, ada rizki ruhani, ada rizki ragawi. Wallahu a'lam.
Beliau kemudian melanjutkan kalamnya, "Kitabullah dan
hadis-hadis Rasul SAW menyebutkan fadhilah-fadhilah istighfar berulang kali.
Diantara fadhilahnya adalah melebur dosa-dosa, menetaskan jalan keluar dari
pelbagai persoalan, dan menyingkirkan kegalauan serta kesumpekan dari dalam
hati."
"Memang, kesumpekan dan deraan persoalan, lazimnya
berpangkal dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, seyogianya diobati dengan
istighfar dan taubat yang tulus ikhlas. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa
melazimi istighfar, maka untuknya, Allah memberikan kebahagiaan dari kemasyghulan,
jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, dan Ia akan melimpahkan rizki kepadanya
dengan cara-cara yang tak pernah diperhitungkannya."
Seolah hendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi
fadhilah istighfar, "Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam
aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta,
mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan
diri pada-Nya."
"Logikanya, untuk menyucikan baju yang terciprat
lumpur, kita bilas dengan sabun, bukan malah didekatkan pada asap-asap tungku.
Pun demikian hati kita. Agar kian bersih dan molek, kita poles dengan
istighfar, serta kita hindarkan dari lumuran-lumuran maksiat."
"Dulu kala, seseorang mengadu kepada Imam Hasan Bashri
mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan kearifannya,
memberikan resep sederhana, "beristighfarlah!". Lalu datang seorang
lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya. Sang
imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep istighfar
kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini menyambat nestapa
bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap sang imam
masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada ketiga-tiganya,
Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk problematika yang
beragam. Ia juga menjelaskan dalil-dalil al-qur'an dan hadisnya kepada
mereka."
"Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin.
Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Ia segera
berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa' yang
dicanangkan Umar seperti pada galibnya. Kali ini, ia, seorang diri, hanya
melafalkan kalimat-kalimat istighfar."
"Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi
istighfar yang penuh ijabah. Tak lama kemudian, hujan deras menggerojok tanah
muslimin. Seseorang yang keheranan langsung melempar tanya, "bagaimana
bisa Anda memohon hujan hanya dengan menggumamkan istighfar?". Dengan
enteng, Umar menukasi, "Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit."
Kalam-kalam Habib Umar benar adanya. Kita perlu memaknainya
dengan bijak. Barangkali, berondongan musibah yang mendera tanah tumpah darah
kita ini adalah getah dari perbuatan kita sendiri. Tinggal bagaimana kita
menyikapi?
Sejatinya, kita membutuhkan figur Umar bin al-Khattab
radhiallahu 'anhu. Tapi, mengharap sosok Umar, di era seporak-poranda kini,
ibarat kerdil merindukan bulan, Sia-sia saja. Jadi, alangkah layaknya bila kita
mulai membudayakan taubat dan istighfar di tengah-tengah rutinitas kita. Mari
kita basahi bibir-bibir kita dengan istighfar, dengan pengharapan, barangkali
Allah SWT berkenan menyetarakan istighfar kolektif kita ini dengan sebiji
istighfar Umar bin al-khattab. Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah
minal khathaya.