Sebutlah namanya
dengan tenang, Istanbul. Kota ini adalah jantung di mana peradaban dunia pernah
berdenyut, pernah menjadi episentrum kejayaan sebuah peradaban. Dari jaman
nabi-nabi hingga kini, Istanbul adalah kota yang agung dan akan terus menjadi
kota yang agung.
Menyusuri Istanbul
adalah menyusuri lorong waktu. Ada jalan berbatu dari era Romawi, hingga
minaret agung dari era Daulah Ustmaniyah. Istanbul adalah kota penyimpan
sejarah. Kota yang serupa dengan museum raksasa. Ada detail-detail sejarah pada
tiap sudut kota, pada tiap meter jalanan, pada tiap lorong-lorong bangunan.
Menyicip kopi,
mencari ketenangan di pagi hari di tepi Selat Boshporus. Tiada yang lebih
membahagiakan dari menanti momen ini.
Pagi di Istanbul
adalah tentang orang-orang yang berkerumun di kedai teh, menyusup teh beraroma
wangi dalam gelas kecil. Orang-orang lalu akan hilir mudik memenuhi tram,
kereta, bis kota, dolmus dan sibuk di jalanan.
Tapi tidak ada ramai
yang cepat di Istanbul. Ramai di Istanbul adalah ramai yang lambat, santai.
Tidak ada ruang untuk terburu-buru. Semua bisa dinikmati. Lagipula untuk apa
berjalan cepat di Istanbul, tanpa mengejar apapun, Istanbul sudah mengajari
banyak hal.
Kota ini cantik,
bagaikan harem-harem Sultan di era lampau. Minaret-minaret menjulang menuju
langit, seperti juga doa-doa mereka yang menundukkan kepala dan bersujud di
lantai masjid-masjid di Istanbul. Doa-doa yang sampai ke langit dilambangkan
dengan minaret-minaret yang gagah menembus langit.
Ada semilir angin
yang membawa merdunya suara azan di Istanbul.
Menangislah karena
gema azan di Istanbul. Ketika azan seketika itu waktu terperangkap dalam hening
yang panjang. Tiba-tiba ada damai yang menyeruak dan mengendap di dada. Azan
yang berselang-seling dengan nada yang begitu merdu. Azan yang akan membuat
siapapun yang mendengarnya akan terlena dalam keharuan.
Lalu duduklah ketika
senja tiba. Nikmatilah apa yang Istanbul sajikan. Senja yang merayap turun,
cahaya yang perlahan-lahan bersembunyi dari bukit-bukit, cahaya yang lari ke
balik minaret dan lambat laun turun dan berganti malam.
Nikmatilah juga
cahaya merah yang semburat di langit.
Pada waktu itu
Istanbul akan semakin cantik, cantik yang sendu. Lamat-lamat cahaya yang gelap
akan membawa ekstase tentang kemegahan sebuah kota. Sempurna.
Guratan-guratan
kaligrafi yang berkilauan tiba-tiba memancar indah tertimpa senja merah.
Burung-burung yang membentuk siluet kala langit memerah. Angin yang bertiup
makin ramah, tidak kencang, tidak jahat. Ia meniup pelan-pelan, membuai rambut
dan menerbangkan angan.
Kota ini agung,
seagung sejarah Byzantium, seagung sejarah Konstantinopel. Kota ini adalah kota
yang tumbuh dari berbagai peradaban. Ibu dari peradaban-peradaban agung yang
membentuk dunia. Tempat pertemuan segala bangsa, tempat di mana bangsa-bangsa
saling bertukar sapa.
Istanbul, sebutlah
namanya dengan tenang, bayangkan lorong kotanya sebelum tidur dan ketika
membuka mata, Istanbul akan hadir dengan segala kemegahannya.
Demikianlah narasi
dari Istanbul. Narasi yang takkan mampu menampung segala kisah tentang
Istanbul.
::: Soraya Qurrotul'aiin SyifaaulgHalb :::