“Orang mukmin di dunia seperti halnya orang
asing. Kehinaannya tidak mengundang kesedihan, kemuliaannya tidak perlu
disaingi. Manusia dalam satu keadaan dan dia dalam keadaan yang lain. Manusia tidak
khawatir terhadap dirinya, sementara dia dalam kepayahan.”
(Imam Hasan Al-Bashri)
Saudaraku ...
Pernahkah kita menjumpai orang-orang asing yang terpuji
di sisi Allah dan hidupnya begitu bahagia. Asing karena jumlah mereka pasti
lebih sedikit di tengah manusia yang banyak. Sehingga karena kesedikitan jumlah
mereka itu, mereka juga disebut ghuraba, orang-orang asing. Terpuji karena
sifat-sifat mereka mendapat penghargaan sera pujian dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Rasulullah SAW bersabda : Beruntunglah orang-orang asing.” Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah siapakah orang-orang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang
bertambah (iman dan takwanya) selagi manusia berkurang (iman dan takwanya).”
(HR. Ahmad)
Mereka hidupnya berbahagia, karena kedekatan hatinya pada
Allah. Merekalah yang mengatakan, “Sungguh kasihan orang-orang penghuni dunia
itu. Mereka pergi meninggalkan dunia, tapi belum mengecap kemanisan dunia.”
Yang mereka maksud dengan kemanisan dunia, tak lain adalah hidup dalam
kecintaan dan kedekatan pada Allah SWT.
Ketakwaan merekaselalu bertambah dengan amal-amal shalih
yang mereka pertahankan di tengah arus yang berlawanan. Disanalah
sebenarnyarahasia kebesaran dan kemuliaan mereka. Hampir serupa dengan keadaan
ikan yang berada di tengah air yang mengalir dan arusnya sangat kuat. Ikan-ikan
itu akan semakin kuat dan besar karena terbiasa melawan arus. Begitulah jiwa
orang-orang yang tetap kuat bertahan melawan keadaan yang semakin bebas
melabrak nilai dan norma agama sera kemanusiaan. Dan, mereka itu sedikit.
Karenanya, besar sekali kemungkinan kita tidak mengenal mereka. Mereka sangat tergugah
sekali dengan sabda Nabi : “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa,
yang kaya (mencukupkan apa adanya), dan yang beribadah khafi
(sembunyi-sembunyi).” (HR. Muslim)
Saudaraku dalam keimanan ...
Anjuran untuk beribadah secara sembunyi-sembunyi ini
bukan hanya menyangkut sedekah, tapi juga dalam banyak ibadah lainnya, seperti
halnya shalat, puasa, menangis, berdo’a, membaca Al-Qur’an, dan lainnya. Mereka
tentu mungkin sekali tidak diperhitungkan sebagai orang-orang hebat dikala
mereka msih hidup. Mungkin sekali mereka tidak dimasukkan dalam list
orang-orang yang mendapat penghargaan karena kenaikan dan keistimewaan dari
mereka. Itu karena mereka tidak berharap dan tidak peduli dengan pujian dan
penghargaan dunia. Mereka justru memelihara agar keistimewaan dan kebanyakan
amalnya tetap terpelihara dalam ruang-ruang hatinya sendiri dan Allah.
Itulahyang dikandung dalam perkataan Imam Hasan Al-Bashri
: “Orang mukmin di dunia seperti orang asing. Kehinaannya tidak mengundang
kesedihan, kemuliaannya tidak perlu disaingi. Manusia dalam satu keadaan dan
dia dalam keadaan yang lain. Manusia tidak khawatir terhadap dirinya, sementara
dia sendiri sebenarnya dalam kepayahan.”
Seperti itu juga sikap Ali bin Husain yang memanggul
karung berisi gandum di atas pundaknya pada malam hari, yang dibagi-bagikannya
kepada orang-orang miskin dalam kegelapan. Ia juga berujar : “Sedekah pada
malam yang pekat memadamkan kemurkaan Allah SWT.”
Muhammad bin Ishaq bercerita : “Pada suatu masa, penduduk
Madinah terbiasa menerima kiriman makanan yang cukup. Namun mereka tidak tahu
darimana sumber makanan itu. Tatkala Ali bin Husain meninggal, bantuan makanan
itupun terhenti. Rupanya, Ali bin Husain lah yang membawanya pada malam hari.
Amr bin Tsabit bertutur, “KetikaAli bin Husain meninggal, mereka mendapati
bekas di punggungnya karena memikul karung pada malam hari ke rumah-rumah para
janda.”
Saudaraku ...
Renungkanlah betapa mulianya sikap Ali bin Husain ra.
Menebar kebaikan, memberi sebanyak mungkin, mengumbar amal-amal shalih, sambil
tetap sangat hati-hati dan memeliharanya dari pengetahuan orang lain.
Bayangkanlah, ketika hanyabekas hitam di punggungnya lah yang berbicara bahwa
dialah orang yang selama ini rajin membawakan makanan padapenduduk kota Madinah
yang miskin.Hanya bekas hitam.
Semoga kita dikaruniakan Allah SWT sebagai orang yang
paling mampu memelihara amal-amal shalih hinggasaat ajal, dan
mampumelindunginya dari sekedar mengharap pengetahuan orang lain yang pasti tak
ada artinya dalam penilain Allah.
Saudaraku ...
Ini semuanya, tidak berarti semua amal-amal shalih harus
disembunyikan tanpa publikasi dan tidak diketahui orang. Karena sesungguhnya
beribadah secara rahasia dan sembunyi-sembunyi itu ada dalam rangka untuk
memperkaya ruhani kita agar lebih kokoh danlebih tegar, sehingga tidak
terombang-ambing oleh pesona dan gemerlapnya dunia. Jadi bukan berarti kita
tidak berhak lagi mendeklarasikan sikap-sikap Islam di hadapan orang lain.
Terlebih pada saat arus keburukan semakin menggelombang sementara arus kebaikan
masih sangat kecil. Dalam kondisi begini, kebaikan harus bisa menyaingi
gelombang keburukan. Atau bila mungkin melahap dan menelannya agar gelombang
keburukan itu tenggelam dan habis ditelan laut. Kita perlu gerakan massal,
kekuatan besar untuk membendung arus-arus keburukan.
Saudaraku ...
Memiliki amal-amal rahasia. Itulah inti pesan yang tetap
penting kita tangkap. Karena kita seringkali tertipu dengan keadaan kita
sendiri. Merasa sudah cukup berdasarkan penilaian dan penghormatan sesama
makhluk. Merasa sudah baik hanya karena dianggap baik oleh orang lain. Padahal kita
tidak pernah sedikitpun mengetahui bagaimana nasib dan kedudukan mal-amal kita
yang dipuji orang lain itu, dihadapan Allah SWT.
Saudaraku ...
Padahal perjalanan hidup kita sudah dilalui separuh atau
lebih dari separuh, atau sudah mendekati garis akhirnya. Dan sepanjang
perjalanan itu, kita sudah belajar dan ditempa ragam keadaan yang harusnya
membuat kitalebih mengerti tentang apa hakikat dan rahasia hidup.