Berikut tingkatan dan gelar ulama hadits :
1. Al Hafidh (Al Hafidz) : Adalah gelar untuk ulama yang sudah
hapal hadits lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya, di zaman
dahulu ada banyak ulama yang mencapai derajat ini, namun dijaman sekarang sudah
sangat langka.
2. Al Hujjatul Islam : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal
lebih dari 300.000 hadits beserta sanad dan matannya, ulama-ulama yang sudah
mencapai derajat ini diantaranya Imam Ghazali, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani,
Imam Nawawi, dan masih banyak lagi. Namun dizaman sekarang sepertinya sudah
tidak ada lagi ulama yang mampu mencapai derajat ini.
3. Al Hakim : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal lebih dari
400.000 hadits beserta sanad dan matannya.
4. Al Huffadhudduniya (Al Huffadh) : Adalah gelar untuk ulama yang
mampu menghapal lebih dari 1.000.000 (satu juta) hadits beserta sanad dan
matannya. Ulama yang mencapai derajat ini adalah Imam Ahmad bin Hambal, murid
dari Imam Syafii.
Itulah gelar-gelar bagi ulama hadits sesuai dengan jumlah hadits
yang di hapalnya. Dari sini kita menjadi kagum, betapa jenius dan briliannya
para ahli hadits ini dan betapa luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul
saw.
Perlu diketahui, yang dimaksud hapal hadits disini bukanlah hanya
hapal matannya saja (Rasulullah saw bersabda :...), bukan dari situ, namun juga
harus mampu hapal dengan nama-nama perawi di rantai sanadnya (dari fulan yang
mengabarkan dari fulan, dari fulan, dari fulan, dst sampai kepada Rasulullah),
juga hapal tahun lahir perawinya, keadaan hidupnya, asalnya dsb. Sedangkan satu
hadits yang pendek saja, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan
hukum matannya. Demikianlah penjelasan singkat mengenai gelar-gelar para ahli
hadits.
Tentang Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh. Beliau adalah salah
satu ulama yang mampu mencapai derajat Al Hafidh di abad ini. Ya, beliau hapal
100.000 hadits lebih beserta hukum-hukum sanad dan matannya secara keseluruhan.
Untuk mencapai derajat Al hafidh di abad 21 ini bukanlah perkara gampang.
Dimana jumlah hadits diatas muka bumi yang bertebaran di kitab-kitab jika di
kumpulkan tidak mencapai 100.000 hadits!. Artinya jika kita berusaha
mengumpulkan seluruh buku hadits yang ada sekarang, jumlah keseluruhan
haditsnya tak akan mencapai 100 ribu hadits. Kita lihat, misalnya, Kitab Shahih
Bukhari haditsnya berakhir di nomor 7.124 (jika ada pendapat lain pun jumlahnya
tidak akan jauh dari angka tsb), Kitab Shahih Muslim berakhir di hadits no
3.033 (sebagian pendapat mengatakan sekitar 5000an), Sunan Abu Daud memuat
sekitar 5.000an hadits, Sunan Tirmidzi memuat sekitar 4000an hadits, Sunan An
Nasa'i memuat sekitar 5000an hadits, Sunan Ibnu Majah sekitar 4.300an hadits,
Shahih Ibnu Hibban sekitar 3.000an hadits, Al Muwatha' Imam Malik sekitar
1.600an hadits, Musnad Ahmad bin Hanbal sekitar 27.000an hadits, mungkin masih
terdapat puluhan kitab hadits lainnya, namun jika di kumpulkan semua, Insya
Allah tidak mencapai 100.000 ribu hadits, siapa pula yg mampu di zaman itu
menulis semua hadits?. Jadi bagaimana caranya seseorang bisa menghapal sebanyak
100.000 hadits di zaman ini? sedangkan jumlah semua hadits di kitab-kitab tidak
sampai 100.000 hadits?. Selain menghapal semua hadits yang sudah tertulis di
kitab, tentu saja harus diteruskan untuk menghapal hadits yang belum dibukukan,
cara ini hanya bisa di dapatkan dengan jalan berguru kepada ulama hadits yang
menyimpan hadits yang mungkin didapatkan dari guru-gurunya, gurunya dapat dari
guru dari gurunya, dst hingga kepada Rasulullah saw, namun mungkin hadits
tersebut belum pernah dibukukan.
Demikianlah Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh, beliau mampu
mencapai derajat Al Hafidh di zaman ini. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir
disemua gerak-gerik dan penampilan beliau berdasarkan sunnah dan ada landasan
haditsnya. Mulai dari cara berpakaian, cara duduk, cara berjalan, cara makan,
cara tidur, cara minum, cara berbicara, sampai kepada kegiatan sehari-hari
beliau hampir sama dengan cara Rasulullah saw. Jadi jika kita misalnya suatu
kali melihat cara duduk beliau dengan gaya A, lalu kita cari-cari dihadits
apakah Rasulullah pernah duduk dengan gaya semacam itu? pasti kita akan
menemukannya, ternyata ada, dan memang Rasulullah pernah melakukan duduk dengan
gaya seperti itu.
Selain digelari Al Hafidh, beliau juga memiliki gelar Al Musnid,
beliau digelari Al Musnid, didasarkan karena setiap menyebut hadits, beliau
mampu ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Nabi SAW atau kutubusshahih di luar
kepala tanpa melihat catatan apapun.
Maka tidak berlebihan jika dibilang beliau adalah kitab hadits yang
berjalan, karena hampir dari semua gerakan dan kegiatan yang beliau lakukan
selalu berdasarkan sunnah, ada landasannya. Meski begitu beliau adalah ulama
yang sangat tawadhu. Beliau sangat malu jika gelar Al hafidh beliau disebut.
Allah Yarham Habib Munzir Al Musawa pernah menceritakan jika Sang Guru, Habib
Umar bin Hafidh, pernah memberikan teguran agar tak lagi menyebutkan gelar Al
Hafidh didepan namanya.
Habib Munzir bercerita :
"beliau (Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh) melarang saya
menampilkan nama beliau dengan gelar Alhafidh, karena jika seluruh hadits
riwayat para muhaddits seperti Imam bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dll
dipadu, belum mencapai 100.000 hadits. Guru Mulia (Habib Umar) mencapai
Alhafidh dari kumpulan hadits sanad musalsalah yang sudah tidak sempat / belum
tercetak, masih berupa tulisan tangan ulama terdahulu, maka beliau tidak mau
gelar itu ditampilkan. bagaimana tidak, kini masuk menjadi santri beliau harus
hafal 2000 hadits dan hafal Al-Qur’an, dan dulu saya selalu menyebut gelar
beliau dg Al Hafidh, (namun) beliau diam saja, namun setelah MR (Majelis
Rasulullah) membesar, maka beliau melarang saya menyebut itu karena malu dan
adab."
Subhanallah, begitulah ketawadhuan Guru Mulia Habib Umar bin
Hafidh.