Kita sangat butuh pada iman, keimanan yang kita miliki selalu
dikikis oleh keadaan dan situasi hidup. Keimanan yang kita miliki selalu
diterpa oleh berbagai kondisi dan problematika hidup. Tapi kita tetap sangat
membutuhkan iman yang kuat, keyakinan yang kokoh, rasa tawakal yang tinggi pada
Allah SWT. Kita memerlukan itu semua untuk bisa mengarungi hidup dengan
selamat.
Kita bersentuhan dengan lingkungan yang berbeda-beda. Berinteraksi
dengan banyak orang. Berhubungan dengan bermacam-macam keadaan dan situasi. Ada
lingkungan yang bisa lebih mempersubur kedekatan kita pada Allah SWT.
Memperdalam iman dan tawakal padanya. Tapi banyak yang justru merusak dan
mengobrak-abrik keimanan kita. Mencabut perlahan-lahan hingga habis akar
ketaatan kita. Menggerogoti dan melumat rasa kedekatan dan kenikmatan kita
bersamaNya.
Saudaraku...
Memiliki iman yang kokoh, tidak mudah. Rasul menanamkan keimanan
dalam diri seseorang, sejak usia kanak-kanak. Kepada Ibnu Abbas yang pada waktu
itu berusia belasan tahun, Rasulullah pernah berwasiat, "Ya Ghulam,"
katanya, "Aku ajarkan engkau beberapa kalimat. Peliharalah Allah niscaya
Allah akan memeliharamu. Peliharalah Allah niscaya kau mendapatiNya berpihak
kepadamu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika engkau meminta
pertolongan, maka mintalah pertolongan pada Allah." Rasul melanjutkan,
"Ketahuilah jika umat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu
dengan sesuatu, niscaya itu tidak akan berguna bagimu kecuali sesuatu yang
memang telah Allah tentukan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk menimpakan
bahaya padamu. Niscaya mereka tak dapat mendatangkan bahaya padamu kecuali
dengan sesuatu yang telah Allah tentukan menimpamu. Pena telah diangkat.
Lembarannya telah kering." (HR. Ahmad, Hakim Thabrani).
Renungkanlah bagaimana untaian kalimat demi kalimat dalam wasiat
Rasulullah SAW itu mengandung kekuatan besar membantu seseorang mampu mengatasi
maalahnya, sejak kanak-kanak. Dua pelajaran utama dalam hadits itu adalah,
pertama, sejauh mana ketaatan kita kepada Allah, maka sebatas itu pula
pertolongan yang Allah berikan pada kita. Kedua, segala yang terjadi atas
kehendak Allah dan karenanya tidak ada yang perlu ditakutkan selama seseorang
berada di jalan Allah. Anak-anak para salafushalih dahulu telah menerima arahan
seperti ini. Mereka meminta pertolongan pada Allah atas apa yang mereka alami.
Meminta pada Allah untuk dilepaskan dari musibah. Dan yakin bahwa tidak ada
kekuatan dan tak ada daya kecuali Allah. Mereka percaya akan bisa lepas dari
bencana, dan yakin bersama kesulitan ada kemudahan.
Saudaraku...
Betapa indah bila nilai-nilai itu telah tersemai baik dalam hati
kita. Kita jadi tak perlu bimbang, ragu, bahkan takut, untuk menempuh resiko
apapun yang akan menimpa. Syaratnya hanya satu, bahwa kita berada di jalan
ketaatan kepadaNya, itu saja. Begitulah nilai-nilai keimanan yang
ditumbuhsuburkan oleh para salafushalih kepada anak-anak mereka yang masih
kecil.
Mereka tumbuh menjadi manusia yang tabah dan sabar, dan tahan
melewati peristiwa hidup. Dalam hadits Ibnu Umar RA, disebutkan sabda
Rasulullah SAW kepada para orangtua yang menyemai keimanan kepada anak-anaknya,
"Jadikan anak-anakmu takut kepada Allah." (HR. Thabrani).
Salah satu bukti ketakutan mereka pada Allah tercermin ketika
sekumpulan anak-anak tengah bermain di sebuah jalan di kota Madinah. Umar bin
Khaththab yang saat itu menjabat sebagai Amirul Mukminin melewati jalan
tersebut. Seketika saja anak-anak itu berhamburan melihat kedatangan Khalifah,
kecuali satu orang, ia adalah Abdullah bin Zubair. Umar kagum dengan sikapnya
dan kemudian bertanya, "Kenapa engkau tidak melakukan seperti apa yang
dilakukan teman-temanmu? " Ia mengatakan, "Saya tidak melakukan dosa
apa pun yang menyebabkan aku harus lari darimu. Dan aku tidak takut kepadamu
sehingga saya harus memberi jalan kepadamu." (Tadzkiratul Aaba Tasliatul
Abna,61).
Saudaraku...
Ada banyak kisah yang kita bisa teladani, bagaimana para
salafushalih menanam dan menumbuhsuburkan anak-anak mereka dalam keimanan. Imam
Al-Ghazali dalam Ihya mengutip kisah Sahal bin Abdullah Tasatturi saat ia
berusia tiga tahun dan bangun di tengah malam melihat pamannya Muhammad bin
Suwer sedang mendirikan shalat. Setelah selesai ia berkata, "Tidakkah
engkau berdzikir kepada Allah yang menciptakanmu? " Sahal bertanya,
"Bagaimana caranya?" Ia menjelaskan, "Katakanlah dengan hatimu
ketika akan tidur sebanyak tiga kali tanpa menggerakkan lisan : Allah
bersamaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku. "
Sahal kemudian melakukan nasihat itu beberapa malam, lalu
memberitahukan hal itu pada pamannya. Pamannya mengatakan, "Lakukan itu
dalam satu malam tujuh kali." Nasihat itu pun dilakukan oleh Sahal.
Pamannya kemudian memintanya menambah jumlah kalimat dzikir itu menjadi 11
kali. Ketika aku melakukan hal itu selama satu tahun, pamanku berkata,
"Hafalkanlah apa yang telah aku ajarkan itu, dan lakukanlah itu selalu
sampai engkau masuk ke liang kubur. Kata-kata itu sangat bermanfaat untukmu di
dunia dan di akhirat. Wahai Sahal, barangsiapa yang merasakan Allah bersamanya,
Allah melihatnya, Allah menyaksikannya, apakah ia akan melakukan maksiat
kepadaNya?" (Anba Nujaba Al-Abna, 144).
Saudaraku...
Jaga, pelihara iman. Tanam dan tumbuhkan juga iman itu pada jiwa
anak-anak kita. Hanya itu yang membuat hati kita stabil, tenang, dan selamat
dalam mengarungi hidup. Dengarkanlah bagaimana Abdullah bin Mas'ud yakin atas
pendidikan iman yang ia tanamkan pada puteri-puterinya. Saat ia sakit menjelang
wafat, Utsman bin Afan bertanya, "Apa yang engkau keluhkan?" Jawab
Ibnu Mas'ud, "Dosa-dosaku. " Tanya Utsman, "Apa yang engkau
inginkan?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Rahmat Rabb-ku." Utsman lalu
menawarkan harta benda. Namun Ibnu Mas'ud mengatakan ia tak memerlukannya.
"Bukankah pemberian itu akan berguna bagi keturunanmu jika engkau
wafat?" kata Utsman.
Dengarkan, saudaraku, penegasan Ibnu Mas'ud, "Apakah engkau
khawatir anak-anak wanitaku menjadi fakir? Aku telah mengajarkan mereka untuk
membaca setiap malam surat Al-Waqi'ah. Dan aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, "Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi'ah setiap malam, maka ia
tidak akan ditimpa kefakiran selamanya." (HR. Ibnu Sunni).
Ikuti Allah dan percayakan semuanya kepada Allah, maka tidak ada
yang menjadikan kita terombang-ambing dalam hidup.